Sunday, March 25, 2012

Tempat Cincin

heuheu...cincin kewongnya aja belum ada tp udah sok sibuk mikir untuk tempat cincin..

klo soal cincin sih urusan Mamas aja...yang penting jadi istri Mamas yang sah lebih dari bersyukur..

hakakakaka...

mau bikin ini aja, agak unik daripada kotak


















trus nampannya pake piring rotan ituuuhh..hakakaka
kemarin sih udah tanya tempat bikin hantaran di jogja, masa iya sih minta 130k *matamelotot*
sepertunya akan bikin itu aja....cari ke Pasar Cikini pusat per-rotan-an, Pasar Mayestik, Asemka, tanah abang mungkin.. :)
disini juga bagus2, tapi Mamas ga suka yang berpillow2 getoh...


yang ini bagus, tp si penjual udah ga tau kemana rimbanya :(

Kebaya Pemberkatan Nikah

haiisshh...

untuk kebaya acara yang sakral ini sih..banyak orang bilang sebisa mungkin bikin sendiri yaa..

Jangan SEWA! bisa disimpan seumur hidup....eits...tapi bagi saya setuju ga setuju,

hakakaka....*ga setuju, karena lebih banyak faktor ga mau ribet dgn urusan fitting*

kembali ke pribadi masing2...



 rencana mau pake ini digreja, Mamas ga pake jas :)


 simpel ajah, biar ganti bajunya cepet, dengan payet yang minim juga
berbahan tile :)


maunya sih belakangnya salah satu dr model diatas, hakakaka...

Hunting Kebaya (Part 1)



Tepatnya pada saat libur hari raya Nyepi..230312..
Dengan panasnya Jakarta yang gila2an….*hosh* dan keadaan yang belum makan..
Jadi niyh ceritanya Cuma mau survey ajah…untuk patokan harga pas ke Beteng Solo…
Kami memutuskan ke Pasar Tanah Abang sajalah….karena menurut teman2, di tanah abang ini sekarang udah lengkap dan lebih murah dr Pasar Mayestik ataupun Pasar Baru.
Dimulai dr Blok F, yang katanya jauh lebih murah dr Blok A yg ber-aseh….Memang…tp varian kebaya ga banyak..awalnya tu tema nikah mau gold aja…warna yang ga lekang jaman yaa…
Tp setelah di pertimbangkan, akhirnya kami memutuskan hijau gold saja…kan mau pake basahan Solo..
Ada satu kebaya di Blok F yang menjadi incaran kami untuk para Ibu…hijau tua gold…75k/meter…kebaya Cornelli *ga sempet foto*
(Karena menurut si pedagang kain, semakin ke dalam ruangan semakin warna gelap, jadi tu para among tamu yang ngejreng..hahaha)
Kami lalu beranjak ke Blok A untuk ngadem…..Pfiuhhh……
Sambil jalan akhirnya mata kami tertuju pada satu toko kain :
Glamor (Tanah Abang Blok A, Lt. B2 Los 1-3) – 021 2357 1849


Kebaya ini dipajang dengan bandrol 35k/m sajah


Kami rasa cukup lah untuk survey kebaya ya…..sudah laparrr…..
Pulang ke kost…ngobrol2…kami memutuskan untuk membeli dulu 2meter untuk contoh dan dikirim ke Klaten…….yang untuk seragam adik2…….
Olala…kedatangan kedua sore hari ternyata manekin itu sudah berganti baju sodara2 sekalian…apaaa?????
Panik dong yaaaa…hahahaha…


 akhirnya dapet ini...PujiTuhan...
yang masih cocok bwat adik2 karena motif yang ga terlalu penuh
kamera tdk mendukung, satinnya lebih muda dr itu :(


Bungkus deh bwat 5potong...Mbak Rengga, Dik Ayu, Ajeng, Anggun dan juga sayaaaa... :)
eh muterin toko kok ya tergoda lg untuk sekalian beli bwat yang among tamu..
untuk kebaya para among tamu belum sempat diabadikan yaaa....coming soon...
Bungkus deh 12 potong! @55k per orang, 2meter kebaya+1m satin


25k/m


250k/per potong
 
dapet 2 gantungan kunci


Nah waktu masih cocok2in kain ternyata kita mau ubah satin dalemannya..
hmm...si empunya berwajah arab itu dengan senang hati memperbolehkan kami tukar warna...!!!
padahal sudah dipotong dan dikemas per potong...baiiikkknyaa...
untuk kebaya pemberkatan Nikah...masih dalam pembicaraan mau bikin ato ga? hehehe
kebaya para Ibu dan bude2 sepertinya akan mencari di Solo sajah...
 
sebelum berjuang di Medan panas :)


So Special

Special in my eyes since u're in my life
always on my mind
So special in my eyes
:)

Saturday, March 24, 2012

Kurang baik apa coba????

Pagi2 udah dateng bawain sarapan bubur ayam+sate usus..
eh selesai mandi laptop yang berserakan sudah tertata rapi di tas..
diteriknya matahari yang menyengat pas pulang kerja, eh AC kamar sudah dinyalakan dengan pas..
anyeesss.......



Makasih Mamaskuwh sayang,,,,
bersyukurnya aku punya kamuuuuhhh,,,,,

Thursday, March 22, 2012

Melengkapi


Aku ini memang payah! Selalu saja tidak bisa melakukan hal yang benar!





Selalu saja salah dalam hal takaran apalagi jika membuatkanmu kopi atau susu


Atau ketika aku memasak makanan kesukaanmu


Selalu saja ceroboh


Selalu saja tersandung ketika berjalan berdua denganmu


Selalu saja ngomong dan ngomel seenaknya saja kepadamu


Selalu saja impulsive


Selalu saja konsumerisme


Selalu saja tidak bisa berpikir panjang ke depan sepertimu


Selalu saja membuat ruangan kotor





YA! Itulah secuil ketidaksempurnaanku…yang pada akhirnya…kamulah yang melengkapi semua…





Kau selalu mengingatkan aku ketika akan membuat sesuatu, bahkan kadang menungguiku hanya untuk memastikan semua dalam takaran yang pas!


Kau selalu bisa mengantisipasi kemungkinan kecerobohanku!


Kau selalu menggandengku agar aku tidak terjatuh, meskipun kemudian kau menertawakanku “Mesti lhow”


Kau selalu saja tetap pelan dan sabar ketika membimbingku untuk berbicara dengan lembut dan penuh pertimbangan


Kau selalu saja lebih berpikir tidak dengan buru-buru


Kau selalu saja mengingatkanku akan pentingnya sebuah “manfaat”


Kau selalu saja mengajakku untuk lebih menganalisa hal…sebab akibat…


Kau selalu saja merapikan apa yang berserakan disekitar kita..





YA! Itulah secuil hal yang membuat kami saling jatuh cinta…


Kira2 seperti itulah…







Sunday, March 18, 2012

Martha Dwi Arthawati

23 tahun yang lalu…Martha Dwi Arthawati lahir dengan berat 3kg dan panjang 50cm
Kuning langsat dan bertubuh kecil…lebih dan lebih cantik drpd saya…J
Tapi…11 tahun kemudian ternyata Tuhan lebih sayang kepadanya dan memanggilnya kembali ke Surga…
Adik perempuan yang saya perlakukan tak seperti adik…karena kami selalu bertengkar tp dia lebih banyak mengalah drpd saya…Mungkin karena waktu itu kami masih kecil…
Adik perempuan yang lebih banyak nrimo
Adik perempuan kebanggaan & kesayangan Bapak..karena rambutnya yg begitu kriwil mirip bgt dengan Bapak
Adik perempuan yang mempunyai sifat lebih mandiri daripada saya dan Aank
Adik perempuan yang selalu bersembunyi disudut ruangan klo menangis dimarahi Bapak
Adik perempuan yang selalu saya tindas karena saya anak pertama


Sungguh saya menyesal hanya 11 tahun bersamanya saya tidak memperlakukannya dengan baik…
Andai saja saya tau…
Anak kedua yang selama 5bulan Ibu bahkan tidak tau klo sedang mengandungnya…karena waktu itu usiaku pun baru 10bulan…
Aku kangen dik….sungguh aku rindu sekali…
Aku ingat sekali untuk pertama kalinya perayaan ulang tahun yang begitu meriah kala kamu berumur 5 tahun…
Kalau kamu msh ada, mungkin kamu sudah S1 ya dik….Sudah sebesar Ovik dan Anggun…
Aku masih sering bermimpi klo kita masih bermain bersama kejar2an….sering sekali…..
Maafkan aku ya Dik….jika aku jarang sekali menengok pusaramu meskipun hanya berjarak 1km dr rumah…
Maafkan aku yang jarang sekali memasukkan namamu dalam daftar doaku…
Maafkan aku yang tidak bisa menjadi kakak yang baik selama 11 tahunmu….


Selamat Ulang Tahun Dik….
Semoga kamu tenang bersamaNYA dan berada di tempat terindahNYA..


Mbak sayang kamu….
Mbak kangen kamu…




Friday, March 16, 2012

Cinta Seorang Suami..


Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri.


Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka.

Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.

Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku.

Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.

Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami.

Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkimpoianku, aku juga membenci kedua orangtuaku.

Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi.

Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya.

“Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.” Katanya menjelaskan dengan lembut.

Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak. “Apalagi??”

“Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya suamiku cepat , kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.

Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.

Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri, “selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak armandi?” kujawab pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu ternyata seorang polisi, ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.

Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya. Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.

Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.

Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.

Saat pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya.

Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang. Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.

Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana. Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.

Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas. Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.

Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.

Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku.

Istriku Liliana tersayang,

Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.

Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang.

Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik dariku.

Teruntuk Farah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu dan Farhan, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke, Buddy!

Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note.

Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta.

Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.

Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?”

Aku merangkulnya sambil berkata “Cinta sayang, cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta.”

Putriku menatapku, “seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?”

Aku menggeleng, “bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua.”

Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku.

Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus. 

Thursday, March 15, 2012

Rias Manten



Keinginan untuk mengenakan Paes Ageng Yogyakarta sepertinya harus diiklaskan saja…
Dan menerima dengan lapang dada menggunakan Solo Basahan..ahahaha..
Karena muke saya ini lebih pantas dengan sanggul solo…klo pake adat Jogja nanti ky wayang golek..hahahaha..
Kemungkinan besar akan memakai solo basahan saja…permintaan orang tua…dan memang impian sejak kuliah klo nikah pengen yang basahan…ehem…
Lebih njawani gt loh….dan kebaya hanya saat pemberkatan nikah saja…..
Kemarin sih sempet mau pake paes ageng dengan baju beludru yang item itu…ntah apa namanya…lupa..
Pokoknya yang ada boleronya……….
Ternyata…eh ternyata….solo juga punya yang pake bolero..hehehe…
Solo Basahan Keprabon…bedanya dengan Solo Basahan….ya itu pake bolero…ada warna hitam, merah maroon, ungu dan hijau….lebih suka yang hitam…kata Mamas juga Garang…
Tapi gugling gt…agak susah cari persewaan Solo Basahan Keprabon ini di wil Jateng…kebanyakan yg basahan sm yang panjang (Klo pake ini saya makin ky kurcaci donk…hwaaaa)
Jadi sekarang sih udah ga pusing2 lagi……Make adat Solo…mau Basahan aja atau basahan keprabon…
Hayuukkk
Eitzzz….ada tugas tambahan ni bwat kami selain pake softlens (kata fotografernya biar bagus…hehe)
Mamas : Mau fitness dulu biar lebih berisi
Saya : Justru harus mengurangi isi..hahahaha… ngurangin 2-3kg lg deh… *lap kringet*


Solo Basahan


 Solo Basahan Keprabon